Ace of the ace Nazi Jerman, Hans-Ulrich Rudel dilahirkan di Konradswaldau (Silesia), yang saat itu masih menjadi bagian dari Jerman, tapi kini telah berpindah tangan menjadi milik Polandia. Rudelp dibesarkan dengan berpindah-pindah dari satu paroki ke paroki Silesia lainnya. Rudel tidaklah istimewa dalam mata pelajaran di sekolahnya, walaupun sejak muda dia telah menunjukkan minat yang besar pada olahraga, dan dalam bidang inilah bakat Rudel yang utama. Setelah lulus dari Sekolah Menegah, dia segera bergabung dengan Luftwaffe (Angkatan Udara) pada bulan Agustus 1936 yang saat itu merupakan satuan Angkatan Bersenjata Jerman yang masih fresh karena baru didirikan setahun sebelumnya.
Setelah lulus dari Sekolah Penerbangan Luftwafe di Widpark Werder pada bulan Juni 1938 Rudel bergabung dengan unit Stuka Jerman (1./Stukageschwader 168) di Graz sebagai kadet perwira senior. Pada awalnya, Rudel terlihat mengalami kesulitan dalam beradaptasi terhadap teknik-teknik baru yang dipelajarinya. Sementara rekan-rekan seangkatannya telah terlatih penuh, Rudel Militer masih kesulitan mengejar ketertinggalannya, dengan akibat dipindahkannya Rudel ke bagian yang lebih mudah, yaitu pelatihan pilot reconnaisance (pengamatan, mata-mata) di Sekolah Terbang Reconnaisance di Hildesheim. Lulus dari pelatihan, Rudel selanjutnya ditempatkan pada skadron pesawat pengintai Fernaufklarungsgruppe 121 (Long Range Reconnaissance Group) yang bermarkas do kota Prenzlau.
Misi tempur yang pertama kali dijalani oleh Rudel adalah sebagai backseat di pesawat pengintai untuk memonitor ruang udara di atas Polandia dan Breslau ketika pasukan Jerman melancarkan serbuan ke Polandia pada September 1939. Atas prestasi penyerbuan ke Polandia tentara Jerman mendapat penghargaan Iron Cross Kelas 2 termasuk Rudel. Merasa kurang puas sebagai awak pengintai dan atas dorongan naluri untuk menjadi pilot tempur pembom, Rudel mengajukan lamaran ke sejumlah skadron pembom Luftwafe.
Keinginannya terkabul ketika dia ditempatkan di sekolah penerbang tempur yang berpangkalan di Crailsheim. Dan tidak lama kemudian pada bulan Mei 1940 ia ditempatkan di unit elit I/Sturzkampfgeswader 3 (StG 3) yang bermarkas di Kota Caen. Sebagai pilot yunior Rudel belum dikirim ke medan perang saat berkecamuk Battle of Britain. Ia bahkan dipindahkan ke unit I/Sturzkampfgeschwader 2 (StG 2) yang berpangkalan di Molaoi. Tapi lagi-lagi karena belum menunjukkan prestasi sebagai pilot tempur, ketika Luftwafe bertempur di wilayah Kreta, Yunani, Rudel masih belum diizinkan untuk misi terbang tempur.
Misi tempur sesungguhnya baru dijalani Rudel pada 23 Juni 1941 ketika Nazi Jerman menggelar Operasi Barbarossa untuk menguasai wilayah Soviet. Sebagai pilot pesawat pembom tukik Stuka, Rudel mulai menunjukkan kemahirannya bermanuver sehingga menjadi pilot paling jempolan di skadronnya. Ciri khasmanuver terbang tukik Rudel adalah menukik vertikal begitu rendah ke sasarannya. Manuver ekstremnya tersebut selalu berhasil menghantam tepat targetnya. Dan berkat manuver-manuver dan kill yang dibukukan Rudel mendapat penghargaan Cross First Class dan namanya menjadi pamor di unit StG 2.
Prestasi tempurnya makin hebat ketika pada 23 September 1941 berhasilmenjatuhkan bomnya tepat di bagian dek kapal perang Soviet Marat yang sedang berlayar di Teluk Finlandia. Akibat hantaman bom seberat 1 ton tersebut Marat harus dihela menuju Kronstadt Harbour untuk diperbaiki. Keesokan harinya pesawat pengintai Nazi berhasil memergoki Marat, segera pilot-pilot Stuka StG 2 mengudara dan melakukan pengejaran, termasuk Rudel. Setelah formasi tersebut menemukan Marat segera mereka membentuk formasi menyerang, sebaliknya dari bawah meriam anti pesawat Marat dan beberapa kapal lain memuntahkan pelurunya ke udara. Pertempuran berlangsung sengit, saat mendapat kesempatan segera Rudel melakukan manuver ekstremnya dengan cara menukik lurus menuju Marat, saat fisik sasarannya semakin jelas, backseater Alfred Schranowski segera mengaktifkan sistem pelepas bom otomatisnya. Beberapa detik kemudian bom seberat 2 ton pun meluncur menuju Marat. Ledakan hebat segera terjadi dan asap membumbung tinggi, hantaman bom yang tepat mengenai ruang amunisi tersebut menenggelamkan Marat.
Pada 10 Febriari 1943, ia menjadi pilot pertama dalam sejarah yang menjalani misi tempur sebanyak 1.000 kali, dan otomatis dirinya menjadi pahlawan nasional di mata rakyat Jerman. Dalam masa ini pula Rudel mulai menjalani peran barunya di "Panzerjagdkommando Weiss" yang dibentuk di Briansk sebagai "pembunuh tank" dengan pesawat Ju-87 versi G 2 'Stuka' yang telah dimodifikasi menjadi Panzerknacker (Penghancur tank) atau kanonenvogel (burung kanon). Ini sebenarnya hanyalah pemasangan dua Rheinmetall-Borsig 37mm (BK) Flak 18 guns (masing-masing dipasangkan dengan menggunakan kanopi khusus dibawah tiap sayap dengan 6 putaran amunisi) yang dikembangkan di markas eksperimen Luftwaffe di Rechlin (dekat Neustrelitz, Jerman), dengan prototipe digunakan untuk per tama kalinya untuk menghancurkan kapal-kapal pendarat (landing craft) Soviet di Laut Hitam. Disinilah Rudel menemukan bakat terbesarnya. Hanya dalam rentang waktu tiga minggu, Rudel telah berhasil menghancurkan 70 kapal semacam itu. Rudel pun tercatat menghancurkan tank pertamanya (dari sekian banyak tank yang kemudian dia 'lalap') dalam pertempuran di sekitar Belgorod bulan Maret 1943.
Kemampuan Rudel mengoperasikan Ju-87 G makin teruji ketika Hitler melancarkan Operasi Citadel yang didominasi duel ribuan tank dalam Battle of Kursks yang berlangsung pada Juli 1943. Dalam manuvernya Rudel terbang berputar-putar dibelakang barisan tank Soviet dan kemusian menukik menyerang dari arah samping di ketinggian rendah. Dari serangan tersebut Rudel berhasil melumpuhkan lebih dari satu tank sekaligus. Bahkan dalam satu hari aksinya mampu menghancurkan 12 unit tank atau sama dengan satu kompi tank. Kehebatannya tersebut membuat Rudel makin terkenal dan menjadi pahlawan bagi pasukan Nazi Jerman yang sesungguhnya mengalami kesulitan untuk memukul mundur pasukan Soviet. Atas prestasinya tersebut Rudel diangkat menjadi komandan wing dan memiliki keleluasaan membentuk skadron elite pembasmi tank Soviet, Stuka Fire Brigade. Skadron elite yang dipimpin Rudel itu langsung menunjukan hasilnya. Selama Nopember 1943, Stuka Fire Brigade yang melancarkan sebanyak 1500 sorti berhasil menghancurkan lebih dari 100 tank Soviet.
Pada tanggal 13 Maret 1944, ada kemungkinan bahwa Rudel telah bertempur melawan pilot legendaris Uni Soviet, peraih medali Hero of the Soviet Union, Lev Shestakov. Shestakov tidak kembali dari misinya dan sejak saat itu dicatat sebagai missing in action. Untuk hal ini, mari kita dengar langsung cerita dari Rudel:"Apakah dia berhasil ditembak jatuh oleh Gadermann (gunner belakang Rudel), atau apakah dia jatuh terkena efek dari gerakan berombak yang ditimbulkan dari pertempuran kami? Tak jadi masalah. Yang jelas, tiba-tiba headphoneku seakan berbunyi memekakkan telinga yang berasal dari teriakan kebingungan orang-orang Rusia di radio. Ternyatalah mereka memperhatikan pertempuran kami, dan pastilah sesuatu yang tidak biasa telah terjadi... Dari pesan yang disampaikan radio Rusia, barulah kami sadari bahwa pilot yang tadi kami hadapi bukanlah pilot biasa, malahan dia sangat terkenal di negaranya, penyandang penghargaan tertinggi. Untuk hal ini dia memang layak mendapatkan kredit. Dia pilot yang bagus.
Pada sorti tempurnya yang ke 1.800 kali, Rudel kembali menunjukkan ketangguhannya. Dalam sehari Rudel berhasil menghancurkan 17 tank Soviet dan atas prestasinya itu Hitler memanggilnya dan memberikan penghargaan tertinggi Diamonds Knight Cross. Untuk sementara Hitler sebenarnya melarang Rudel terbang lagi. Tapi Rudel menolak tawaran Hitler karena bagi dirinya lebih baik menyerahkan semua penghargaan jika tidak diizinkan terbang. Sampai musim panas 1944 pada misi tempurnya yang genap 2000 sorti, Rudel telah berhasil menghancurkan 300 tank musuh. Sepak terjangnya terus berlanjut, hingga sortinya yang ke 2400 telah berhasil menghancurkan 460 tank musuh. Kendati sempat tertembak dan terluka dia tetap turun di medan laga.
Pada 1 Januari 1945 di Markas Besar Nazi, Eagle Nest, Rudel menghadap para pertinggi Nazi seperti Kolonel Jenderal Alfred Jodl, Grand Admiral Karl Donitz, Field Marshall Wilhem Keitel, dan Imperial Marshal Herman Goring untuk menerima pangkat kolonel dan sekaligus menerima penghargaan paling tertinggi dan baru diberikan kepada satu orang, Rudel sendiri, Golden Oak Leaves with Sword and Diamond to the Knight Cross. Rudel semula menolak penghargaan itu, tapi Hitler yang paham maksud Rudel lengsung memerintahkan Rudel terbang tempur lagi mengingat posisi pasukan Nazi saat itu sudah makin terdesak.
Dengan menyandang pangkat kolonel, Rudel terbang tempur lagi dengan target menghancurkan tank-tank Soviet. Pada 8 Februari 1945, sebuah bom 40mm mengenai pesawatnya. Dia terluka sangat parah di bagian kaki kanan tapi berhasil mendaratkan pesawatnya di daerah yang masih dikuasai Jerman. Nyawanya berhasil diselamatkan oleh Observernya yang juga lulusan kedokteran, dokter med. Ernst Gadermann, yang berhasil menghentikan pendarahan. Tapi pada akhirnya, kaki Rudel harus diamputasi di bawah lutut. Dan dia masih tetap tidak mau menyerah, dia kembali ke front pada 25 Maret 1945, masih sempat menghancurkan tambahan 26 tank sebelum Jerman menyerah kalah. Rudel berusaha menghindari penangkapan pihak Soviet yang sangat dendam kepadanya dengan memimpin tiga Ju-87 Stuka dan empat Focke-Wulf 190 terbang ke arah barat keluar dari daerah yang diduduki Soviet dan melakukan perjalanan selama dua jam untuk kemudian menyerahkan diri pada pasukan pendudukan Amerika di Kitzingen pada 8 Mei 1945, markas Grup Pesawat Pemburu ke-405. Setelah mendarat, Rudel masih sempat-sempatnya memerintahkan pada anak buahnya untuk mengunci rem dan melepaskan landing gearnya agar pesawat yang mereka tumpangi tak dapat lagi dimanfaatkan oleh pihak Sekutu.
Catatan prestasi dan kemenangan Rudel yang gilang-gemilang : Menjalani 2.530 misi tempur dan berhasil merontokkan jumlah tak terkira dari targetnya (Rudel sendiri mengkalim 2.000 sasaran telah dihancurkannya!), termasuk 519 tank, 150 self-propelled gun, 70 kapal pendarat/assault craft, 4 kereta api baja, 800 kendaraan bermacam jenis, dan juga 9 pesawat udara (2 il-2 dan 7 pesawat pemburu, padahal ini bukan spesialisasi Rudel untuk melakukan dog-fight. Sasarannya dari pertama sampai terakhir tetaplah berada di darat!). Rudel juga tercatat berhasil menenggelamkan sebuah destroyer (kapal penghancur), dua cruiser (kapal penjelajah), dan satu battleship (kapal perang) kebanggaan Rusia, Marat. Begitu besar kehancuran yang ditimbulkannya terhadap Rusia, sehingga Stalin sendiri mengeluarkan hadiah gila-gilaan (100.000 Rubel) bagi siapa saja di antara tentaranya yang bisa membawa Rudel hidup atau mati ke hadapannya.
Hebatnya lagi, selama karirnya yang mengerikan itu, Rudel tidak pernah tertembak jatuh oleh pesawat lawan, hanya oleh artileri anti-pesawat udara Rusia. Jenis artileri tersebut memang menjadi momok bagi Rudel. Bayangkan saja, ia telah dipaksa mendarat darurat atau bahkan ditembak jatuh sebanyak 32 kali (beberapa kali malahan ia mendarat darurat di daerah musuh). Tapi dahsyatnya, Rudel selalu berhasil meloloskan diri dari maut yang seakan tidak bisa menjamahnya. Rudel tercatat terluka sebanyak 5 kali, dan juga pernah menyelamatkan enam orang sesama pilot temannya yang tertembak di wilayah musuh. Kebanyakan misi yang dilakoninya dilakukan di atas Ju-87 Stuka favoritnya, meskipun di akhir perang Rudel juga menerbangkan Fw-190 yang didesain khusus untuk menyerang target darat.
Pasca Perang Dunia II, Rudel pindah ke Amerika Selatan dan menjadi sahabat dekat Presiden Argentina Juan Peron dan Diktator Paraguay Alfredo Strossner yang masih sepaham dengan pandangan politik Hitler. Tahun 1953, dia kembali ke Jerman Barat dan menjadi tokoh partai yang masih mempunyai pandangan politik seperti Nazi, Grerman Reich Partai. Kegiatan politik Rudel terus berlangsung hingga tahun 1980-an. Pilot legendaris itu meninggal di Kota Rosenheim pada 1982 dan dimakamkan di kawasan Dornhausen pada 22 Desember. Dua pesawat Phantom milik AU Jerman Barat melakukan terbang flypast untuk menghormatinya.
Sumber : Majalah Angkasa